Ponorogo – Tangis haru pecah di Desa Wotan, Kecamatan Pulung, saat jenazah Sakti Ramadhani Saputro (24) akhirnya tiba di rumah duka, Kamis malam (24/7) sekitar pukul 19.00 WIB. Putra semata wayang dari pasangan Lestariono (50) dan Susanti (42) itu dipulangkan dari Jepang setelah dinyatakan meninggal dalam kecelakaan kerja tragis di Kota Kurume, Prefektur Fukuoka, pada Selasa (15/7) lalu.
Sakti, yang selama ini bekerja sebagai peserta magang, tewas tertimpa reruntuhan bangunan saat membongkar gedung dua lantai yang telah lama tak digunakan. Keluarga menerima kabar duka itu tepat seminggu setelah Sakti terakhir kali menghubungi mereka. Dalam panggilan terakhirnya, ia sempat bercerita tentang rencananya pulang tahun depan, setelah masa kerja selesai.
“Dia pamit mau pulang tahun depan. Tapi ternyata pulangnya dalam peti,” ujar sang ibu, Susanti, sambil terisak menerima kedatangan jenazah putranya.
Proses pemulangan jenazah bukan perkara mudah. Selain jarak yang jauh, sempat muncul saran dari pihak Jepang agar Sakti dikremasi dan dimakamkan di sana. Namun, keluarga menolak tegas. Mereka ingin jenazah Sakti kembali ke tanah kelahirannya. “Kami ingin dia dimakamkan di sini, di samping rumah. Di tanah yang ia rindukan,” kata ayahnya, Lestariono, dengan suara parau.
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Ponorogo, Suko Kartono, jenazah Sakti sempat dibawa ke RS Sardjito Yogyakarta untuk proses pemulasaraan. Di sana, jenazah dimandikan, dikafani, disalatkan, lalu diberangkatkan ke Ponorogo.
“Prosesnya memang cukup panjang, sekitar seminggu. Tapi Alhamdulillah, jenazah akhirnya bisa sampai ke rumah,” ujar Suko, Jumat (25/7/2025).
Terkait hak pekerja, keluarga Sakti dipastikan tidak mendapatkan santunan dari BPJS Ketenagakerjaan karena almarhum tidak terdaftar sebagai peserta. Namun, ada kemungkinan klaim asuransi dari perusahaan tempatnya bekerja di Jepang bisa diperoleh. Untuk itu, keluarga bersama pihak LPK akan berangkat ke Jepang guna menyelesaikan administrasi pencairan.
“Dia statusnya magang, jadi tidak otomatis terdaftar di BPJS. Tapi dari pihak perusahaan kemungkinan ada asuransi. Prosesnya perlu ditandatangani langsung di Jepang,” jelas Suko.
Kematian Sakti tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga luka yang mendalam bagi kedua orang tuanya. Sebagai anak tunggal, Sakti menjadi tumpuan harapan masa depan. Kini, harapan itu terhenti. Ia pulang, tapi tak lagi bisa mengetuk pintu rumah sambil membawa senyum.
Jenazah Sakti telah dimakamkan di pemakaman desa tak jauh dari rumahnya. Di antara lantunan doa dan isak tangis warga, tubuh muda itu dibaringkan di peristirahatan terakhir—di bawah tanah yang pernah ia tinggalkan demi mimpi, dan kini menjadi tempat ia pulang.

Reporter: N/A
Editor: N/A
Terbit:
0 Komentar