Di tengah semangat reformasi birokrasi dan transparansi yang terus digaungkan, seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2024 di Kabupaten Ponorogo rupanya masih menyimpan aroma khas Nusantara: wangi kecurangan yang sayup-sayup akrab di telinga.
Kabar berembus bahwa seorang oknum ASN di lingkungan Pemkab diduga nyambi jadi makelar mimpi, menawarkan tiket VIP menuju kelulusan CPNS dengan syarat cukup sederhana—setor uang. Modusnya klasik, janji manis dan harapan palsu. Korbannya? Seorang peserta seleksi yang akhirnya menyadari bahwa jalan pintas kadang berujung jurang.
Pengakuan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah Ponorogo, Agus Pramono, setelah menerima laporan dari salah satu korban yang merasa telah menyumbang secara sukarela—dalam bentuk uang—demi impian menjadi abdi negara.
“Katanya sudah setor, tapi tetap tidak lolos. Ya namanya juga harapan, kadang dibelokkan oleh yang mengerti celah,” ujar Agus pada Minggu (6/7/2025), mencoba tetap diplomatis di tengah kenyataan yang menggelitik logika.
Pelaku, menurut Agus, diduga masih aktif berdinas di salah satu OPD. Hebatnya, aksi percaloan ini dilakukan sendirian, tanpa perlu tim sukses atau panitia kecil. Sebuah kerja mandiri yang, kalau tidak salah tempat, bisa disebut wirausaha moral.
“Kami telusuri. Kalau terbukti, ya selesai sudah. Tidak ada kompromi,” tegas Agus, sambil menyisipkan harapan bahwa hukum masih bisa lebih tegas dari sekadar pernyataan pers.
Di tengah kisruh ini, masyarakat pun diimbau untuk tidak mudah percaya pada jalan instan. Karena seperti seleksi CPNS katanya: semua bersih, profesional, dan hanya ditentukan oleh kemampuan murni peserta. Janji yang, sayangnya, terdengar seperti brosur seminar motivasi: manis, tapi perlu dicicipi dengan hati-hati.
Kasus ini menambah warna dalam lukisan besar bernama “upaya menjaga integritas rekrutmen ASN”. Pemkab Ponorogo, sebagaimana biasanya, berjanji akan bersikap terbuka dan tidak menoleransi kecurangan. Kita doakan semoga keterbukaan itu bukan hanya di lisan, tapi juga dalam tindakan nyata.
Karena seleksi CPNS bukan sekadar soal siapa yang pintar, tapi siapa yang tak tergoda oleh rayuan kekuasaan di lorong gelap birokrasi.