Hari ini, Ponorogo kembali menorehkan catatan sejarah panjangnya. Di usia ke-529 tahun, tanah yang kita cintai ini bukan hanya menjadi titik di peta Jawa Timur, tetapi juga menjadi bagian dari identitas kita sebagai warga yang lahir, tumbuh, dan bernaung di bawah naungannya.
Bagi Tim Redaksi Seputar Ponorogo, peringatan Hari Jadi Ponorogo ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan momen untuk merenung: sejauh mana daerah yang kita banggakan ini berkembang, dan ke mana langkahnya akan diarahkan.
Sejarah mencatat, Ponorogo berdiri pada 11 Agustus 1496, bermula dari kiprah Raden Katong yang memimpin pembentukan kadipaten. Dari sinilah akar kebudayaan Reog Ponorogo tumbuh dan mengakar kuat. Hingga kini, Reog bukan hanya sekadar hiburan, tetapi simbol keberanian, kreativitas, dan solidaritas yang menjadi ciri khas masyarakat Ponorogo.
Namun, perjalanan lima abad lebih ini juga menyisakan tantangan. Infrastruktur memang kian membaik di sejumlah titik, tetapi di beberapa wilayah pinggiran, kondisi jalan masih memerlukan perhatian ekstra. Pelayanan publik semakin mudah diakses, namun di lapangan masih ada warga yang harus bersabar menghadapi birokrasi. Fasilitas kesehatan pun terus ditambah, tetapi pemerataan kualitas layanan di pelosok tetap menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai.
Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan sebagai pengingat bahwa kemajuan sejati bukan hanya terlihat dari gemerlap panggung perayaan atau megahnya tugu kota, melainkan dari kenyamanan hidup yang dirasakan secara merata oleh seluruh warga.
Meski demikian, patut kita akui bahwa Ponorogo saat ini juga telah melangkah maju berkat kepemimpinan yang bekerja keras mengoptimalkan potensi daerah. Pembangunan ruang terbuka hijau, perbaikan fasilitas umum, hingga promosi wisata budaya adalah langkah positif yang perlu diapresiasi. Tim Seputar Ponorogo percaya, menjaga warisan budaya seperti Reog sekaligus membuka peluang ekonomi melalui festival tahunan adalah strategi yang tepat untuk mengangkat citra Ponorogo di mata dunia.
Di tengah berbagai dinamika, kita patut bersyukur Ponorogo masih menjadi rumah yang relatif nyaman. Dari udara pagi yang sejuk di kaki Gunung Wilis, hamparan sawah yang menghijau, hingga keramahan warganya yang memegang teguh nilai gotong royong—semua itu adalah anugerah yang tidak ternilai.
Rasa syukur ini sekaligus menjadi tanggung jawab kita bersama. Kenyamanan yang ada saat ini adalah hasil jerih payah para pendahulu, kerja pemimpin daerah, dan partisipasi aktif masyarakat. Maka, menjaga Ponorogo agar tetap aman, nyaman, dan berdaya saing adalah tugas bersama, bukan semata beban pemerintah.
Di usianya yang ke-529, Ponorogo dihadapkan pada tantangan era baru: digitalisasi, persaingan ekonomi, serta perubahan sosial yang begitu cepat. Visi yang jelas dan keberanian dalam mengambil kebijakan berpihak pada rakyat menjadi kunci agar Ponorogo tidak tertinggal dari daerah lain yang lebih progresif.
Kami di Seputar Ponorogo percaya, generasi muda memiliki peran besar. Mereka bukan hanya pewaris tradisi, tetapi juga agen perubahan yang mampu membawa Ponorogo ke level lebih tinggi. Reog tidak cukup hanya dilihat sebagai tontonan, tetapi juga sebagai inspirasi nilai keberanian, kreativitas, dan solidaritas dalam menghadapi dunia global.
Peringatan hari jadi kali ini adalah waktu yang tepat untuk berhenti sejenak, menengok ke belakang, mengukur di mana kita berada, dan merancang langkah ke depan. Ponorogo bukan hanya milik pejabat atau tokoh masyarakat, melainkan milik kita semua.
Selamat Hari Jadi ke-529, Ponorogo. Terima kasih atas sejarah yang mengakar, budaya yang membanggakan, dan kenyamanan yang kita rasakan. Semoga kritik menjadi bahan bakar perbaikan, dan rasa syukur menjadi fondasi masa depan yang lebih cerah. Karena meskipun dengan segala keterbatasan, Ponorogo akan selalu menjadi rumah yang layak diperjuangkan.