Tahun 2024 lalu, realisasi penerimaan PBB-P2 di Ponorogo mencapai Rp 50 miliar, melampaui target Rp 47 miliar. Sementara pada 2025 ini, target ditetapkan Rp 48 miliar. Kenaikan tersebut bukan berasal dari tarif, melainkan dari perubahan status objek pajak.
“Dari sawah menjadi bangunan, jelas tarifnya berbeda. Inilah sumber peningkatan pajak Ponorogo,” ujar Sugiri, Selasa (19/8).
Menurutnya, pemutakhiran data lebih adil dibanding menaikkan tarif. Sebab, nilai pajak sejalan dengan pemanfaatan aset yang dimiliki masyarakat. Jika sebelumnya pembaruan data dilakukan serentak pada 2011, kini dilakukan bertahap setiap tahun.
Selain itu, Pemkab Ponorogo juga meningkatkan nilai aset dengan mengembangkan kawasan wisata dan pusat keramaian. Dampaknya, nilai land value capture (LVC) ikut naik, sehingga berpengaruh terhadap Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta Pajak Penghasilan dari transaksi pengalihan tanah atau bangunan.
“Pajak dari jual beli itu wajar. Yang penting, rakyat tidak terbebani. Dengan kreativitas ini, PAD bisa naik sekaligus tetap menghadirkan rasa keadilan,” tegas Kang Giri.
Reporter: N/A
Editor: N/A