Wall climbing yang berlubang dan keropos
Ponorogo – Di balik keberhasilan atlet panjat tebing Ponorogo menyabet medali dalam Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025, tersembunyi ironi yang menyentuh: mereka berlatih di fasilitas yang nyaris tak layak pakai.
Wall climbing satu-satunya milik Pemkab yang berada di kawasan Taman Klono Sewandono kini dalam kondisi rusak parah. Bahkan, beberapa tiangnya sudah keropos dan berpotensi membahayakan keselamatan atlet. Kondisi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada peremajaan fasilitas.
Kondisi tersebut disayangkan oleh Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Cabang Ponorogo, Relelyanda Solekha Wijayanti. Menurutnya, minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap sarana dan prasarana menjadi hambatan besar dalam pengembangan cabang olahraga yang sebenarnya memiliki potensi tinggi.
“Kondisi wall climbing sudah rusak bertahun-tahun, belum pernah ada peremajaan,” ujar Lely, Sabtu (12/7).
Pada ajang Porprov Jatim 2025 lalu, atlet panjat tebing Ponorogo berhasil membuktikan kemampuannya dengan meraih satu medali emas dan dua medali perak. Namun, prestasi itu tidak berbanding lurus dengan kondisi tempat mereka berlatih.
Fasilitas yang mereka gunakan, yakni dinding setinggi 20 meter di Taman Klono, menurut Lely, sudah tidak sesuai standar. Bahkan jika dibandingkan dengan fasilitas di daerah tetangga, Ponorogo sangat tertinggal. Akibatnya, para atlet sering kali harus meminjam tempat latihan ke klub atau daerah lain karena dinding milik sendiri dianggap membahayakan.
“Beberapa nomor lomba bahkan tidak bisa diikuti karena keterbatasan jenis dinding yang tersedia,” tambahnya.
Lely berharap agar kondisi ini mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Selain untuk keselamatan, fasilitas latihan yang memadai juga akan meningkatkan semangat dan daya saing atlet dalam ajang kompetisi.
Ia juga menjelaskan bahwa minat terhadap olahraga panjat tebing di Ponorogo cukup tinggi. FPTI sendiri rutin menggelar kejuaraan tingkat kabupaten sebagai ajang pencarian dan penjaringan bibit-bibit atlet muda.
“Kami rutin mengadakan kejuaraan lokal, karena peminatnya banyak. Tapi kalau tidak didukung fasilitas, sayang sekali,” imbuhnya.
Dengan torehan medali yang telah dibawa pulang, FPTI berharap pemerintah tidak lagi menunda untuk memberikan perhatian. Mereka meminta adanya perbaikan fasilitas dan pengadaan alat baru agar semangat para atlet tidak padam di tengah keterbatasan.
“Kami harap ada perbaikan dan alat baru untuk mendukung prestasi atlet,” pungkas Lely.
